Kebudayaan: Situs Ngloram

Situs Ngloram


Terletak di Desa Ngloram, Kecamatan Cepu dengan koordinat 7°11’52,7”LS dan 111°33’11,7” dengan ketinggian 37 m dpl. Di desa ini terdapat situs yang oleh penduduk setempat disebut sebagai punden Nglinggo dan Punden Ngloram. Situs ini berukuran sekitar 100 x 100m yang berada pada lahan kosong yang terletak di pinggiran pemukiman penduduk dan areal persawahan. Situs ini terdapat tumpukan batu yang berundak, digundukan teratas terdapat makam yang tidak diketahui namanya. Penduduk setempat meyebutnya dengan Punden Nglinggo. Di bawahnya terdapat tumpukan bata yang membatasi punden tersebut dengan bidang kosong. Di sebelah kiri agak ke bawah terdapat gundukan bata yang disebut dengan Punden Ngloram. Sebuah prasasti menyebutkan bahwa situs ini disebut juga Situs Wura-wari yang berkaitan dengan Haji Wura-wari. Ia adalah penguasa bawahan yang pada tahun 1017 menyerang Kerajaan Mataram Hindu. Saat itu Kerajaan Mataram Hindu berpusat di daerah yang sekarang dikenal dengan Maospati, Magetan, Jawa Timur. Serangan dilakukan ketika pesta pernikahan putri Darmawangsa Teguh dengan Airlangga yang juga keponakan raja sedang dilangsungkan.

Membalas dendam atas kematian istri, mertua, dan kerabatnya, Airlangga yang lolos dari penyerangan dan tinggal di Wanagiri (di daerah perbatasan Jombang-Lamongan), akhirnya balik menghancurkan Haji Wura-wari. Namun sebelumnya Haji Wura-wari terlebih dahulu menyerang Airlangga sehingga dia terpaksa mengungsi dan keluar dari Keratonnya di Watan Mas (sekarang Kecamatan Ngoro, Kab. Pasuruan, Jawa Timur). Serangan balik Airlangga, yang ketika itu sudah dinobatkan sebagai menggantikan Darmawangsa Teguh, ditulis dalam Prasasti Pucangan (abad XI) yang terjadi pada tahun 1032 M. Serangan itu pula yang memperkuat dugaan batu bata kuno berlumut yang kini dijadikan areal pemakaman. Sejak tahun 2000, telah dikumpulkan serpihan batu bata kuno berukuran 20 x 30cm dengan tebal sekitar 4 cm, serpihan keramik, serta serpihan perunggu yang kini disimpan di Museum Mahameru.

Temuan situs itu memperkuat isi Prasasti Pucangan bertarikh Saka 963 (1041/1042 M) yang pernah diuraikan ahli huruf kuno (epigraf) Boechori dari Universitas Indonesia. Boechori menyebutkan, Haji Wura-wari mijil sangke lwaram. Mijil berarti keluar (muncul dari). Hasil analisis toponim (nama tempat), kemungkinan nama Lwaram berubah menjadi Desa Ngloram sekarang. Pelesapan konsonan ‘w’, penyengauan di awal kata, dan perubahan vokal ‘a’ menjadi ‘o’ menjadikan nama Lwaram menjadi Ngloram.

    Berita Terbaru

    Jurnalis Diajak Bersinergi Jaga Situasi Kamtibmas Agar Tetap Aman dan Kondusif di Blora
    29 Maret 2024 Jam 19:39:00

    Wakapolres Blora Kompol Riwayat Sosiyanto, SH, M. Si, mengajak jurnalis bersinergi untuk menjaga...

    Umat Katolik Blora Mengenang Sengsara dan Wafat Yesus Kristus Dalam Ibadat Visualisasi Jalan Salib
    29 Maret 2024 Jam 10:04:00

    Umat Katolik Blora mengikuti visualisasi Jalan Salib yang digelar di Gereja Paroki Santo Pius X...

    Bupati Arief Minta Pemprov Jateng Tuntaskan Jalan Provinsi di Blora
    28 Maret 2024 Jam 19:39:00

    Bupati Blora, Arief Rohman, S.IP., M.Si minta Pemprov Jateng untuk tuntaskan pembangunan jalan...